Defisiensi Hormon Pertumbuhan (GHD): Mengenal Lebih Jauh Kondisi Langka Ini

Defisiensi Hormon Pertumbuhan

Defisiensi hormon pertumbuhan atau Growth Hormone Deficiency (GHD) adalah kondisi langka yang terjadi ketika kelenjar pituitari tidak memproduksi hormon pertumbuhan (GH) atau somatotropin dalam jumlah yang cukup. Kondisi ini dapat menyebabkan anak memiliki perawakan tubuh pendek atau gangguan metabolisme pada orang dewasa. Yuk, simak penjelasan lengkap tentang penyebab, gejala, dan pengobatan defisiensi hormon pertumbuhan di bawah ini.

Apa Itu Defisiensi Hormon Pertumbuhan?

Defisiensi hormon pertumbuhan adalah kondisi di mana kelenjar pituitari tidak memproduksi hormon pertumbuhan dalam jumlah yang cukup. Hormon pertumbuhan adalah senyawa kimia yang bertanggung jawab atas pertumbuhan manusia dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Hormon ini membantu meningkatkan ukuran dan volume otak, rambut, otot, tulang, serta organ tubuh lainnya.

Hormon pertumbuhan juga berperan dalam menyatukan lempeng pertumbuhan di tulang (epifisis) selama masa pertumbuhan untuk menambah tinggi badan. Jika seseorang tidak memiliki hormon ini, tinggi badannya akan lebih pendek dibandingkan dengan rentang normal pada anak seusianya. Meski sudah melewati masa pertumbuhan, hormon pertumbuhan tetap dibutuhkan untuk menjaga struktur dan metabolisme tubuh, termasuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah.

Baca juga: Mengenal Sindrom Dravet: Epilepsi Langka yang Perlu Diwaspadai

Penyebab Defisiensi Hormon Pertumbuhan

Penyebab defisiensi hormon pertumbuhan bervariasi tergantung pada waktu munculnya kondisi tersebut. Berdasarkan hal tersebut, GHD dibedakan menjadi tiga jenis:

  1. Congenital GHD (Sejak Lahir):
  • Isolated Growth Hormone Deficiency Type IA: Disebabkan oleh mutasi genetik yang menyebabkan pertumbuhan janin melambat dan bayi terlahir dengan berat badan rendah.
  • Isolated Growth Hormone Deficiency Type IB: Mirip dengan tipe IA, namun bayi biasanya memiliki sejumlah hormon pertumbuhan alami saat dilahirkan.
  • Isolated Growth Hormone Deficiency Type II: Kadar hormon pertumbuhan alami sangat rendah dan penderita memiliki perawakan tubuh yang pendek.
  • Isolated Growth Hormone Deficiency Type III: Kadar hormon pertumbuhan sangat rendah dan perawakan tubuh pendek. Penderita mungkin juga memiliki sistem imun yang lemah.
  1. Acquired GHD (Didapat Setelah Lahir):
  • Kerusakan pada kelenjar pituitari akibat adenoma hipofisis atau tumor jinak lainnya.
  • Kurangnya aliran darah ke kelenjar pituitari.
  • Infeksi pada sistem saraf pusat.
  • Penyakit tertentu seperti Langerhans cell histiocytosis, sarkoidosis, atau tuberkulosis.
  • Cedera otak traumatik.
  • Terapi radiasi di area sekitar kelenjar pituitari.
  • Komplikasi prosedur pembedahan otak.
  1. Idiopathic GHD: Penyebabnya tidak diketahui secara pasti.

Gejala Defisiensi Hormon Pertumbuhan

Gejala GHD bervariasi tergantung pada usia penderita. Pada bayi dan anak-anak, gejala utamanya adalah pertumbuhan tinggi badan yang melambat, terutama setelah usia 3 tahun. Gejala lain meliputi:

  • Tinggi badan lebih pendek dari normal.
  • Gangguan pertumbuhan rambut dan kuku.
  • Pertumbuhan gigi yang tertunda.
  • Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya.
  • Terlambat pubertas atau tidak mengalami pubertas sama sekali.
  • Hipoglikemia (rendahnya kadar glukosa dalam darah).
  • Mikropenis (pada laki-laki).

Pada orang dewasa, gejalanya meliputi:

  • Kurang berenergi.
  • Kecemasan dan/atau depresi.
  • Penurunan tonus otot.
  • Menurunnya kepadatan tulang.
  • Peningkatan kadar lemak di tubuh, terutama di perut.
  • Peningkatan kadar kolesterol LDL dan trigliserida.
  • Resistensi insulin.

Baca juga: Mengenal Growing Pains: Nyeri Tumbuh pada Anak

Diagnosis Defisiensi Hormon Pertumbuhan

Dokter biasanya dapat menegakkan diagnosis defisiensi hormon pertumbuhan pada anak-anak dalam dua rentang usia: sekitar 5 tahun atau pada usia pubertas (10-13 tahun untuk anak perempuan dan 12-16 tahun untuk anak laki-laki). Diagnosis pada orang dewasa lebih sulit karena gejalanya tidak terlalu khas. Untuk menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan wawancara medis, pemeriksaan fisik, dan beberapa tes penunjang seperti:

  • Pemeriksaan Sinar-X: Untuk melihat pertumbuhan tulang.
  • Tes Pencitraan (MRI): Untuk melihat apakah ada gangguan pada kelenjar pituitari di otak.
  • Tes Darah: Untuk memeriksa kadar insulin-like growth factor (IGF-1) dan insulin-like growth factor binding protein-3 (IGFBP-3).
  • Tes Stimulasi Hormon Pertumbuhan: Untuk menilai respons kelenjar pituitari dalam melepaskan hormon pertumbuhan.

Pengobatan Defisiensi Hormon Pertumbuhan

Pengobatan utama untuk GHD adalah injeksi hormon pertumbuhan sintetis yang disuntikkan ke jaringan lemak tubuh (bagian belakang lengan, paha, atau bokong). Pengobatan ini dilakukan dalam jangka panjang, sering kali berlangsung selama beberapa tahun atau sampai anak mencapai masa pubertas. Efek samping yang mungkin timbul meliputi nyeri dan kemerahan di area suntikan, sakit kepala, nyeri pinggul, dan memperparah kondisi skoliosis.

Komplikasi Defisiensi Hormon Pertumbuhan

Jika tidak segera ditangani, GHD dapat menyebabkan keterlambatan pubertas pada anak dan meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, serta osteoporosis pada orang dewasa.

Pentingnya Konsultasi Medis

Gejala dan penyebab GHD tidak spesifik dan bisa mirip dengan kondisi medis lainnya. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan Dokter Spesialis Anak untuk mendapatkan diagnosis yang akurat. Setiap tahapan pemeriksaan dan pengobatan mungkin berbeda di setiap fasilitas kesehatan, namun tenaga medis profesional akan memastikan tindakan medis yang dilakukan sudah sesuai dengan kondisi kesehatan pasien.

Jadi, jika Anda mencurigai anak Anda mengalami gejala defisiensi hormon pertumbuhan, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat dan meningkatkan kualitas hidup anak Anda.