Mengenal Sindrom Dravet: Epilepsi Langka yang Perlu Diwaspadai

Mengenal Sindrom Dravet

Sindrom Dravet adalah jenis epilepsi langka yang biasanya muncul pada tahun pertama kehidupan anak. Kondisi ini ditandai dengan kejang yang sering dan bervariasi, serta dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan mental dan fisik. Artikel ini akan mengupas tuntas tentang Sindrom Dravet, mulai dari gejala, penyebab, hingga cara penanganannya.

Apa Itu Sindrom Dravet?

Sindrom Dravet adalah sindrom epilepsi langka yang biasanya dimulai pada tahun pertama kehidupan bayi. Gejala pertama yang muncul sering kali berupa kejang yang berlangsung lama (lebih dari 5 menit) yang dipicu oleh demam tinggi. Sebelum munculnya kejang, anak dengan sindrom Dravet biasanya menunjukkan tumbuh kembang yang normal. Namun, setelah gejala kejang pertama muncul, mereka akan mengalami keterlambatan perkembangan.

Baca juga: Kapan Bayi Boleh Berenang?dan Bagaimana Cara yang Tepat?

Penyebab Sindrom Dravet

Sindrom Dravet umumnya disebabkan oleh mutasi pada gen SCN1A. Sekitar 80% anak yang didiagnosis dengan sindrom ini memiliki mutasi pada gen tersebut. Namun, tidak semua anak dengan mutasi gen SCN1A akan mengalami sindrom Dravet. Beberapa orang dengan mutasi ini mungkin hanya mengalami kondisi yang lebih ringan, seperti migrain hemiplegik. Sindrom Dravet sendiri adalah bentuk paling parah yang disebabkan oleh mutasi pada gen ini.

Gejala Sindrom Dravet

Gejala utama sindrom Dravet adalah kejang, yang biasanya terjadi sebelum usia 12 bulan. Kejang pertama sering kali dipicu oleh demam dan dikenal sebagai kejang demam. Berikut adalah beberapa gejala kejang yang berhubungan dengan sindrom Dravet:

  1. Kejang dengan berbagai jenis: Kejang fokal, kejang tonik, kejang klonik, maupun kejang tonik-klonik.
  2. Kejang yang berlangsung lama: Lebih dari 5 menit.
  3. Kejang yang sering terjadi.
  4. Kedutan otot tiba-tiba (mioklonus).

Selain kejang, anak-anak dengan sindrom Dravet juga mengalami kemunduran dalam perilaku, intelektual, dan perkembangan. Mereka mungkin menunjukkan perkembangan yang normal sebelum gejala muncul, tetapi kemudian mengalami keterlambatan seiring waktu. Gejala lain yang mungkin muncul meliputi:

  • Masalah pertumbuhan dan nutrisi.
  • Masalah keseimbangan dan koordinasi.
  • Keterlambatan perkembangan bahasa.
  • Autisme.
  • ADHD.
  • Gangguan perilaku dan emosi.
  • Kecemasan yang sering.
  • Kesulitan belajar di sekolah.
  • Kesulitan tidur.
  • Disautonomia, yaitu gangguan pada sistem saraf otonom yang mempengaruhi suhu tubuh, detak jantung, atau tekanan darah.

Diagnosis Sindrom Dravet

Untuk mendiagnosis sindrom Dravet, dokter akan melakukan wawancara medis (anamnesis) untuk mengevaluasi gejala dan riwayat kesehatan anak. Munculnya kejang tonik-klonik atau hemiklonik (kejang klonik pada salah satu sisi tubuh) yang berkepanjangan pada tahun pertama kehidupan adalah indikasi kuat dari sindrom Dravet. Namun, untuk mengonfirmasi diagnosis, dokter juga akan melakukan tes penunjang seperti EEG dan MRI.

Sering kali, hasil tes EEG dan MRI mungkin normal saat kejang pertama kali muncul, sehingga diagnosis bisa tertunda. Dokter juga mungkin akan melakukan tes genetik untuk mencari varian patogenik pada gen SCN1A.

Baca juga: Mengenal Growing Pains: Nyeri Tumbuh pada Anak

Penanganan Sindrom Dravet

Tujuan utama pengobatan sindrom Dravet adalah mengurangi frekuensi kejang pada anak. Respons tubuh setiap anak terhadap pengobatan bisa berbeda-beda. Beberapa pilihan perawatan untuk sindrom Dravet meliputi:

  1. Obat-obatan antikejang: Dokter mungkin meresepkan obat antikejang seperti asam valproat dan mengombinasikan dua obat atau lebih.
  2. Rencana penanganan kejang di rumah atau sekolah: Ini mencakup obat-obatan darurat yang digunakan untuk kejang berkelanjutan (status epileptikus), seperti diazepam yang diberikan lewat anus (suppositoria).

Selain itu, ada beberapa perawatan lain yang bisa dipertimbangkan:

  • Diet ketogenik: Diet tinggi lemak, cukup protein, dan rendah karbohidrat yang sering dipilih sebagai pengobatan lini kedua jika obat-obatan tidak efektif.
  • Stimulasi saraf vagus: Prosedur ini menggunakan perangkat implan untuk merangsang saraf vagus anak dengan impuls listrik guna melawan aktivitas listrik abnormal di otak yang menyebabkan kejang.
  • Imunoglobulin intravena (IVIG): Pemberian larutan antibodi dari donor sehat untuk memperkuat sistem kekebalan anak, yang mungkin berperan dalam memicu epilepsi.

Pentingnya Konsultasi Medis

Gejala dan penyebab sindrom Dravet tidak selalu spesifik dan bisa mirip dengan kondisi medis lainnya. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan Dokter Spesialis Anak untuk mendapatkan diagnosis yang akurat. Setiap fasilitas kesehatan mungkin memiliki tahapan pemeriksaan dan pengobatan yang berbeda, tetapi tenaga medis akan menentukan langkah yang tepat sesuai kondisi medis pasien.

Jika Anda mencurigai anak Anda mengalami sindrom Dravet atau memiliki gejala kejang yang mencurigakan, jangan ragu untuk segera berkonsultasi dengan dokter spesialis. Siloam Hospitals memiliki tenaga medis profesional dan berpengalaman yang siap memberikan penanganan dan saran terbaik untuk kondisi kesehatan anak Anda.

Dengan penanganan yang tepat, anak dengan sindrom Dravet dapat memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dan mengurangi frekuensi serta keparahan kejang yang mereka alami.