Permasalahan defisiensi gizi di Indonesia memang cukup kompleks, yakni mulai dari Kekurangan Energi Protein (KEP), hingga Anemia Defisiensi Besi (ADB). Kekurangan zat besi terjadi akibat kondisi dimana zat besi di dalam tubuh lebih sedikit dari kebutuhan harian. Karena bagaimana pun zat besi ini merupakan komponen penting dari hemoglobin (Hb) pada sel darah merah yang tugas utamanya adalah mengantarkan Oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan organ tubuh bayi maupun balita. Tanpa zat besi maka organ tubuh tidak mendapatkan pasokan Oksigen yang cukup sehingga berakibat fatal pada gangguan tumbuh kembang si kecil baik secara fisik, kognitif, mental, maupun sosial.
Zat besi juga memiliki peran penting pada tumbuh kembang si kecil. Asupan zat gizi besi yang tidak adekuat dapat mengakibatkan menurunnya kecerdasan si anak, gangguan fungsi otak bahkan fungsi motoriknya menjadi terganggu dan menjadi jembatan mudah bagi anak-anak menyintas penyakit anemia.
Penelitian Grantham-McGregor S tahun 2010, seperti dikutip dari situs jawa pos.com mengungkap bahwa 50-60% kejadian anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi. Dan data lainnya, 1 dari 3 anak Indonesia berusia di bawah lima tahun tercatat mengalami anemia menurut Riskesdas 2018.
Jika tidak ditangani, kekurangan zat besi dapat membuat Generasi Emas Indonesia tidak tumbuh secara optimal serta menghambat mimpi bangsa untuk menjadi negara maju pada perayaan 100 tahun Indonesia di tahun 2045. Tercapai atau tidaknya mimpi bangsa terkait Generasi Emas 2045 tersebut ditentukan oleh kualitas anak-anak yang saat ini masih balita.
Defisiensi-defisiensi zat gizi seperti zat besi ini umumnya dialami oleh bayi dan anak-anak karena beberapa faktor internal dan eksternal keluarga.
Makanan yang kurang memadai, ibu pekerja, ibu hamil yang asupan nutrisi kurang, kemiskinan, kesenjangan sosial, ditinggal oleh ayah ketika seorang bayi dalam kandungan hingga melahirkan juga menjadi salah satu penyebab tingginya defisiensi zat gizi yang selama ini perlu sekali kita putus untuk menentukan nasib anak-anak bangsa yang lebih sehat dan kuat.
Defisiensi zat gizi bisa menjadi faktor penyebab munculnya gejala penyakit lain yang menyertainya. Defisiensi zat gizi besi merupakan momok yang cukup menakutkan ketika bayi dan anak-anak kurang asupan gizi sejak dini. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi tumbuh kembang bayi maupun anak-anak hingga remaja bahkan dewasa kelak.
Adapun ciri-ciri gejala jika seorang bayi/balita, anak-anak dan remaja maupun dewasa kekurangan unsur besi yakni:
- mudah lelah, lesu, letih dan sulit fokus;
- muka pucat;
- jantung berdebar-debar;
- pusing dan sakit kepala;
- rambut mudah rontok;
- kuku berbentuk seperti sendok;
- sindrom kaki gelisah;
- nafsu makan menurun;
- lidah bahkan mulut bisa bengkak;
- pada orang dewasa, anemia bisa menggangu sistem koordinasi dan saraf.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk memutus defisiensi zat besi yakni dengan memastikan bahwa bayi yang baru lahir harus melakukan program MPASI yang banyak mengandung makanan penambah darah. Di samping itu, seorang ibu juga harus mendapatkan asupan zat gizi besi selama masa kehamilannya.
MPASI merupakan singkatan dari Makanan Pendamping Air Susu Ibu. Jadi MPASI diberikan sejak bayi berumur 6 bulan pertama hingga beberapa bulan selanjutnya. MPASI merupakan makanan sapihan untuk bayi dengan berbagai aneka nutrisi yang siap diterima oleh tubuhnya. Sementara Air Susu Ibu (ASI) umumnya diberikan ketika bayi berumur 0-6 bulan. Keduanya sama-sama penting.
Beberapa manfaat/kegunaan/fungsi MPASI bagi masa depan bayi adalah sebagai berikut:
- mencukupi kebutuhan gizi harian bayi, baik itu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air;
- meningkatkan daya tahan tubuh bayi agar tetap sehat dan bugar, sehingga tidak mudah terserang sakit;
- memperkenalkan bayi dengan aneka jenis makanan dan minuman yang beragam, baik yang berupa encer, setengah encer, maupun makanan padat;
- memberikan kecerdasan kognitif, afektif dan psikomotorik pada bayi;
- mencegah infeksi dan penyakit akibat gizi buruk seperti kwashiorkor, marasmus dan defisinesi mikronutrien seperti kekurangan zat besi;
- melatih bayi untuk mau makan dan minum, sehingga nafsu makan bayi menjadi baik dan terhindar dari Gerakan Tutup Mulut (GTM) pada bayi.
Dengan pemberian MPASI, maka bayi akan mendapatkan asupan nutrisi harian secara baik, baik itu dari jenis makanan yang mengandung karbohidrat, protein, vitamin, sumber mineral, dan lain sebagainya.
Beberapa sumber nutrisi seperti vitamin dan mineral juga banyak berada pada makanan MPASI bayi, mulai dari olahan makanan sayur mayur, buah-buahan, umbi dan lauk. Oleh sebab itu, peran seorang ibu juga sangat sentral untuk memilih, mengolah dan menentukan jenis makanan yang tepat untuk bayi. Sehingga perlu juga seorang ibu mempertimbangkan untuk melakukan program MPASI dengan menambahkan sumber makanan penambah darah yang mengandung zat gizi besi.
Berikut ini beberapa jenis olahan makanan yang kaya sumber nutrisi penambah darah yang penting bagi bayi selama program MPASI:
1). MPASI Sayuran Penambah Darah
Seorang ibu ketika ada di dapur maka harus mampu mengolah makanan dengan baik. Memilih makanan sebelum diolah adalah hal yang perlu diperhatikan. Memilih makanan sayur yang sehat dan kaya akan sumber zat besi sangat penting. Sayur mayur yang kaya akan sumber zat besi misalnya adalah bayam, jamur kuping/jamur sawit, tomat, wortel, kembang brokoli, dan lain sebagainya. Pertimbangkan juga agar bayi/balita untuk mengonsumsi sayur mayur dari golongan kacang-kacangan/legume, seperti kacang polong, buncis, kacang panjang, dan lain sebagainya. Sebab, pada tanaman legume ini juga kaya akan nutrisi zat besi.
2). MPASI Buah-Buahan Penambah Darah
Memilih buah-buahan sehat juga sangat penting untuk mencukupi kebutuhan harian si kecil. Buah-buahan yang mengandung vitamin C juga penting untuk dikonsumsi, sebab vitamin C dapat membantu penyerapan zat besi lebih optimal sehingga mengurangi risiko anemia pada anak. Contoh buah-buahan mengandung vitamin C misalnya jeruk, apel, buah pir, kiwi, leci, kesemek, pepaya, stobery, dan pisang. Pertimbangkan juga untuk membuat pure/bubur bayi dari buah-buahan ini, misalnya pure buah apel dan pure buah pir untuk MPASI Bayi.
Selain itu, pertimbangkan bayi dan balita untuk mengonsumsi buah-buahan kering seperti plum dan kismis yang dijadikan menu MPASI.
3). MPASI Lauk-Pauk Penambah Darah
Makanan seperti daging merah, hati, makanan laut (sea food), telur, daging organ (jeroan) seperti ginjal dan hati sapi juga kaya akan sumber zat besi yang tinggi.
Makanan lauk seperti di atas penting sekali disajikan untuk si kecil/balita agar mereka tidak mengalami defisiensi besi. MPASI hati ayam juga bisa menjadi pilihan tepat ketika si kecil berada dalam program MPASI.
4). MPASI Sumber Karbohidrat Penambah Darah
Kentang, roti, nasi putih, nasi merah, ubi jalar, singkong, juga kaya akan unsur zat besi dan karbohidrat yang perlu dikonsumsi. Karbohidrat sebagai zat penghasil energi dan panas tubuh agar dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Sementara zat besi pada makanan berkarbohidrat dapat membantu mencegah anemia.
Pembuatan pure/bubur MPASI bayi yang mengandung makanan berkarbohidrat sangat penting dipertimbangkan, agar anak terhindar dari masalah gizi yakni defisiensi besi (Fe). Misalnya saja membuat MPASI pure ubi ungu untuk bayi.
5). MPASI Mengandung Olahan Susu
Olahan susu cenderung mengandung banyak protein hewani dan beberapa unsur penting yang dibutuhkan oleh tubuh terutama zat besi. Susu sapi segar adalah jenis susu yang bagus dan kaya nutrisi untuk menunjang tumbuh kembang si kecil. Sehingga balita dan anak-anak juga sangat dianjurkan untuk mengonsumsi olahan berbahan susu seperti mentega, keju, susu murni dan seterusnya.
Jenis olahan susu pertumbuhan yang difortifikasi seperti susu yang difortifikasi dengan vitamin D dan zat besi, mentega dan keju bisa ditambahkan dalam makanan pendamping (MPASI) bayi sehingga bayi akan mendapatkan nutrisi yang seimbang bagi tubuhnya.
Percayalah, ada banyak segudang nutrisi penting dari program MPASI untuk si kecil. MPASI telah membuat si kecil lebih adaptif dengan variasi makanan yang begitu beragam, sehingga mampu membuat bayi menjadi tidak alergi makanan, mencegah penyakit marasmus dan kwashiorkor atau setidaknya mencegah banyak bayi di Indonesia tidak GTM (Gerakan Tutup Mulut) lagi. Dan dengan asupan makanan mengandung zat besi pada bayi/balita juga sangat penting untuk meningkatkan nafsu makan mereka agar tidak GTM lagi.
Dari MPASI juga, sumber nutrisi harian bayi maupun balita akan terpenuhi secara berkala (real time), namun ini tergantung dari bagaimana kesiapan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar anak mereka. Sehingga perlu anggaran khusus untuk program MPASI bayi dan ibu hamil, terutama penting dipikirkan bagi seorang ayah yang menafkahi mereka.
Pengetahuan dasar tentang zat gizi besi yang harus disediakan seorang ibu ketika masa hamil, dan baik ketika sudah melahirkan sangat penting untuk kecukupan energi mereka. Terutama ketika seorang ibu sedang masa hamil, pemenuhan nutrisi besi sangat penting bagi bayi yang ada di dalam kandungannya. Pun ketika ia melahirkan seorang bayi, maka pemberian ASI eksklusif, dan juga sekaligus program MPASI adalah jalan terbaik untuk menolong anak-anak untuk hidup lebih sehat dan kuat sehingga terhindar dari mal nutrisi seperti defisiensi unsur besi (Fe). Hal semacam ini dapat dilakukan terutama saat 1000 hari pertama kelahiran/HPK.
Danone Indonesia dan Nutrisi Bangsa Adakan Webinar “Peran Nutrisi Dalam Tantangan Kesehatan Lintas Generasi”
Dalam acara webinar memperingati hari Gizi Nasional 2021 yang dilakukan oleh Danone Indonesia dan Nutrisi Bangsa telah saya tonton melalui chanel YouTube Nutrisi Bangsa. Webinar ini pada intinya mengangkat topik yang sangat menarik yaitu mengatasi anemia lintas generasi dengan pemenuhan nutrisi yang seimbang.
Pada sesi webinar tersebut yang dimoderatori oleh Ibu Diska Dewi, salah satu narasumber Spesialis Gizi Klinik dari Indonesian Nutrition Association (INA) Dr. dr. Diana Sunardi, M.Gizi.,Sp.GK, menjelaskan bahwa saat ini Indonesia sedang menghadapi 3 beban masalah gizi (triple burden) yakni stunting, wasting, dan obesitas serta defisiensi/kekurangan zat gizi mikro seperti anemia.
Kata dr. Diana jika seseorang dengan kondisi Anemia Defisiensi Besi (ADB) maka akan berisiko melahirkan bayi dengan berat badan rendah (BBLR), stunting, serta komplikasi saat melahirkan dan juga risiko lainnya. Padahal ADB ini dapat terjadi melalui lintas generasi dan dapat diturunkan sejak remaja, ibu hamil, anak dan selanjutnya. ADB bermula dari kurangnya zat gizi mikro pada 1000 hari pertama kelahiran (HPK). Dampaknya yaitu pada tumbuh kembang anak menjadi terganggu, penurunan aktivitas fisik dan kreativitas, risiko infeksi pun ada sebab daya tahan tubuhnya menjadi turun. Sementara itu, pada remaja yang mengalami ADB dapat menurunkan produktivitas dan kemampuan akademis. Menurutnya juga, pada anak-anak di atas umur satu tahun, pencegahan ADB dapat dilakukan dengan pemberian makanan gizi seimbang dengan makanan maupun minuman yang mengandung zat besi serta mikronutrien lainnya yang mendukung dalam penyerapan zat besi seperti vitamin C. Sedangkan pada usia remaja dapat dilakukan dengan cara menanamkan pola hidup sehat yaitu makan makanan bergizi seimbang, bersih, dan sehat. Selain itu, dapat mengonsumsi tablet tambah darah (TTD) yang kandungannya setara dengan 60 mg besi elemental dan 400 mcg asam folat.
Kemudian narasumber lain, yaitu dari pihak Danone Indonesia, bapak Arif Mujahidin (Corporate Communications Director Danone-Indonesia) menyebutkan bahwa pihaknya telah menyediakan inovasi nutrisi yang dapat membantu memenuhi kebutuhan zat besi serta mendukung penyerapan zat besi pada anak berusia di atas satu tahun. Untuk menyasar pada golongan remaja, maka pihaknya bekerjasama dengan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan meluncurkan buku berjudul “Generasi Sehat Indonesia/GESID”, Aku Sehat, Aku BertanggungJawab yang membahas tentang persoalan reproduksi, peranan gizi bagi kesehatan dan kualitas hidup, anemia bagi remaja puteri dan wanita usia subur, pencegahan pernikahan dini, dan remaja berkarakter. Program pilot project yang dilakukan ini telah menyasar 60 Murid SMP/SMA sebagai DUTA GESID2020. Untuk mengatasi mikronutrien, maka pihak Danone Indonesia sangat gencar melakukan aksi cegah stunting, Gerakan Ayo Minum Air (AMIR), kampanye Isi Piringku, dan program Warung Anak Sehat dengan memberdayakan pengelola kantin sekolah untuk menyediakan makanan sehat bagi siswa selama berada di sekolah.
Jadi tidak perlu ragu lagi, ayo kita sama-sama gotong royong perangi dan putus mata rantai Anemia Defisiensi Besi pada anak-anak Indonesia melalui program MPASI bayi sejak dini, serta program-program penting dari Danone Indonesia yang telah disampaikan oleh bapak Arif dan dr. Diana dalam sesi acara webinar “Peran Nutrisi Dalam Tantangan Kesehatan Lintas Generasi”. Semoga artikel ini bermanfaat, terima kasih.
Kesimpulan:
- Pemilihan jenis makanan untuk bayi harus tepat penting diperhatikan oleh orang tua dan memastikan bahwa haruslah mengandung unsur besi dalam jumlah yang cukup.
- Kebutuhan dasar bayi seperti pemberian ASI eksklusif dan program MPASI sangatlah penting karena sumber nutrisi pertama bayi ada pada program ini.
- Anemia Defisiensi Besi dapat dicegah dengan program MPASI sejak dini dengan menambah sumber makanan yang kaya zat besi pada menu MPASI bayi.
- Dalam sesi webinar “Peran Nutrisi Dalam Tantangan Kesehatan Lintas Generasi”, maka peran remaja, orang tua dan anak-anak sangat penting dalam memutus mata rantai anemia dengan cara pemenuhan gizi makanan yang seimbang termasuk mikronutrien besi dalam kebutuhan gizi harian mereka.
Sumber Referensi Bacaan:
- Webinar “Peran Nutrisi dalam Tantangan Kesehatan Lintas Generasi” yang disiarkan melalui Channel Youtube “Nutrisi Untuk Bangsa”.
- Achadi, E. L. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Depok: Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
- Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
- Belsey, M.A, dkk. 1994. Pemaduan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dengan Pemeliharaan Kesehatan Dasar. Jakarta: Binarupa Aksara.
- Doenges, M.E dan Moorhouse M.F. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- Gaman, P.M dan Sherrington. 1994. Ilmu Pangan (Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
- Haditono, S.R. 1993. Masa Balita. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
- Hart, R.H dan Tarimo B.E. 1993. Pemaduan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dengan Pemeliharaan Kesehatan Dasar. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
- Hidayat, A.A.A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika.
- Ichsan, M, dkk. 1993. Ilmu Kesehatan dan Gizi. Jakarta. Universitas Terbuka Depdikbud.
- J, Sutrisno S. 1995. Masyarakat Yang Sehat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
- Karyadi, Darwin dan Muhilal. 1990. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
- Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
- Khomsan, A. 2006. Solusi Makanan Sehat. Jakarta : PT Rajagrafindo.
- Khumaidi. M. 1994. Gizi Masyarakat. Bogor: PT. BPK Gunung Mulia.
- Livingstone, Churchill. 1990. Pemeriksaan Klinik Pada Anak. Jakarta: Binarupa Aksara.
- Nasoetion, A.H dan Karyadi D. 1988. Pengetahuan Gizi Mutakhir (Mineral). Jakarta: PT. Gramedia.
- Ovedoff, D. 2003. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Univesitas Trisakti.
- Peel, Kathy. 1998. Manajer Keluarga. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
- Pearce, Evelyn. 1990. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
- Santoso, Soegeng dan Anne L.R. 1999. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.
- Sediaoetama, A.D. 2008. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.
- Suhardjo dan Kusharto, C.M. 1992. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius.
- Singarimbun, Masri. 1988. Kelangsungan Hidup Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
- Wahlroos, Sven. 1999. Komunikasi Keluarga. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
- Zang, S.M dan Bailey N.C. 2004. Manual Perawatan-Di-Rumah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- Jawa pos: https://www.jawapos.com/kesehatan/21/12/2020/kekurangan-zat-besi-pengaruhi-kecerdasan-anak-simak-solusi-ahli-gizi/